Kamis, 16 Juni 2016

Jalan Jalan ke Bawean




Hari itu, gw berada di ujung kapal yang membawa rombongan kita ke pulau Gili Noko. Pulau yang jika diibaratkan wanita mungkin dia akan menjelma jadi Dian Sastro. Manis dari kejauhan, cantik ketika dalam jangkauan.

Gili Noko? Jika kalian menebak pulau ini berada di Lombok, maka kalian salah. Gili Noko berada di Kepulauan Bawean. Bukan, bukan makanan yang digoreng berisi irisan kol dan wortel. Itu sih Bakwan. Jika kalian bertanya tanya dan masih gatau dimana letak Bawean maka kalian ga sendiri. Menurut survey 50% orang Indonesia dan 100% orang bule yang gw tanya pasti gatau dimana Bawean. Wajar saja karena Bawean salah satu surga tersembunyi yang keberadaanya hanya diketahui segelintir orang dan sedang berkembang menjadi salah satu destinasi wisata favorit di masadepan yang dikaruniai 2 tempat terbaik untuk menikmati matahari terbenam.

Sabtu, 11 Juli 2015

Di pantai Ora gw resmi jatuh cinta




Saat masih kecil barang mewah buat gw adalah majalah Bobo dan majalah Donal bebek yang selalu di bawain sama ibu setiap kamis, serta sebuah sepeda. Berjam-jam waktu kecil gw bakal habis untuk masuk dalam dunia bebek dan tikus yang gw baca. Miki tikus dan Donal terlanjur membuat gw percaya bahwa cewek cantik di dunia itu Cuma dua: Dessy dan Minnie. Saat itu gw sungguh berharap punya teman bermain secantik mereka, sekonyol Donal dan seseru petualangan Miki. Kebahagiaan masa kecil yang sederhana.

Tumbuh menjadi besar terkadang ngerusak semuanya. Senggaknya gw jadi tau, bahwa ternyata perempuan paling cantik didunia itu bukan Dessy Bebek atau Mini tikus. Suer, seberapapun kalian menyangkalnya, gw tetap percaya bahwa Dian Satro jauh lebih cantik daripada si Dessy pacar Donald, walau lebih seksi Dessy karena dia gapake celana. Maka pengetahuan tentang Dian Sastro dan Tia Ivanka telah membuat gw terusir dari salah satu pekarangan indah masa kecil gw.

Tumbuh menjadi besar udah gw  bilang ngerusak segalanya. Semakin banyak Dian Satro – Dian Satro bermunculan dalam hidup gw. Dia menjelma menjadi modernnya merek hape, ia menjelma menjadi trendynya model sepatu. Dan ia menjelma menjadi status pekerjaan yang terus diburu. Sungguh, Dian Satro ga pernah kelar. Pengetahuan selalu mengusir kita dari satu bentuk Dian Satro ke bentuk Dian Satro yang lain. Dari satu label ke label yang lain, dari satu merk ke merk yang lain.

Orang bilang, gw lagi tumbuh nyari identitas, dan gw mencarinya kedalam tas carrier dan sendal gunung, ke dalam fin dan alat snorkle, kedalam canggihnya handphone, kedalam simpelnya action camera, kedalam murahnya tiket promo, kedalam hangatnya pelukan thermoguard, kedalam blog, kedalam lezatnya makanan,kedalam hitamnya kopi dan kedalam indahnya jatuh hati

Dan disinilah, di tempat ini gw jatuh hati. Diantara sinar mentari pagi, diantara indahnya coral warna warni dan diantara nikmatnya pisang goreng di sore hari.

Senin, 29 Juni 2015

Get Lost ke Ora - Tentang Seseorang



Setiap detik kita selalu menemui kenyataan baru yang berulang: Tumbuh. Meninggalkan potongan potongan cerita masa lalu untuk bertemu dengan kejutan-kejutan berikutnya. Namun kita selalu bisa pulang. Setidaknya gw bisa selalu pulang, sejauh ini. Berlari lari ke perbukitan di pinggir desa yang kini udah ga ada, atau bermain bola saat menjelang purnama.

Masa kecil memang menggoda, dan kehidupan begitu sederhana : Tertawa berarti bahagia, tersenyum berarti senang, dan wajah masam berarti kecewa. Saat itu gw emang belum begitu tertarik layar kaca, yang kelak menjadi guru terbaik untuk berpura-pura.

Menjadi tua dan memiliki pilihan mungkin adalah sebuah kutukan. Kutukan yang sama dengan ketika kita memiliki pengetahuan. Terusir. Setiap kita mendapatkan pengetahuan baru, maka kita akan segera terusir dari kenyamanan lama, menuju tempat yang lebih gelisah, tempat yang memiliki lebih banyak pilihan.

Pengetahuan juga menyebabkan adam memiliki pilihan pilihan. Dari awalnya hanya hanya tau tentang surga, maka dengan pengetahuan yang didapatnya ada muncul bumi dan neraka.

Nah ijinkan gw bercerita. Gw yang awalnya gatau apa apa tentang travelling mulai mengenal dunia yang luar biasa ini pada akhir 2012, lalu selama taun 2012 gw mulai menjelajahi indahnya negara ini dengan cara mengikuti trip trip yang diselenggarakan orang lain. Dari situlah muncul pikiran kira kira gw bisa ga ya travelling tanpa mereka?

Jumat, 05 Juni 2015

Bawean yang (ternyata sangat) menawan!!



Ini adalah kisah tentang sebuah negeri yang begitu menerima perbedaan, negeri kita, nusantara. Saat berbincang dengan seorang sahabat dia bercerita tentang tari (bukan, bukan cut tari yang aduhai di ranjang itu), ada pola mengagumkan tentang tari tarian di Indonesia: Dari arah paling barat, Aceh, orang menari dengan posisi duduk, semakin ke timur di Jawa, Kalimantan dan Sulawesi orang menari dengan posisi semakin berdiri, hingga sampai di Papua orang menari dengan melompat lompat. Sebuah keragaman yang tersusun indah. Tak ada satupun negeri yang seperti ini, tidak negeri jauh, tidak pula negeri tetangga. Tuhan menyusun Indonesia sangat sempurna, bahkan terlalu sempurna.

Mungkin kita terlalu terbiasa dengan perbedaan. Bahkan perbedaan perbedaan yang ekstrim sekalipun, karena memang atas dasar itulah negeri kita disusun. Konon namanya adalah kemajemukan. Bhineka tunggal ika. Walau saudagar dan sudra, tapi tetap merasa sebagai saudara.

Setiap ada trip keluar kota biasanya gw selalu menyempatkan diri jalan jalan keliling kota, jalan kaki saja. Suatu malam ketika jalan kaki meyusuri trotoar di Ampana, Sulawesi Tengah. Gw ngeliat seorang lelaki yang meringkuk di trotoar beralaskan kardus sambil memeluk sebuah tas,  kebayang dinginnya karena hari baru saja hujan dan trotoar tempatnya tidur bahkan belum mengering benar. Gw tau itu dingin banget karena gw salah satu pembenci dingin. Alasan yang ssma yang mrmbuat gw selalu menolak memanjat ketinggian diatas 1000mdpl. Tak sampai setengah jam jalan kaki, gw nemuin banyak banget orang orang yang senasib dengan laki laki pemeluk tas tadi. Sungguh, trotoar adalah tempat tidur terpanjang didunia.

Namun menurut saya ada perjalanan yang lebih bisa mewakili bhineka tunggal ika dengan lebih pas daripada jalanan di Ampana, yaitu trip gw ke Bawean. Disini gw bertemu saudara baru, keluarga baru yang senantiasa memberi hangat pada dinginnya laut sekitar Gili Noko, memberi teduh saat panas menyengat di atas mobil bak sepanjang aspal Bawean dan memberi ceria saat sepi menyelimuti malam gelap yang tak tersentuh hiruk pikuk kota di Desa Daun.

Selasa, 20 Januari 2015

Hati yang ga mau pergi..



Setelah puas jalan jalan di negeri Singa  maka hari ini gw berniat melanjutkan perjalanan menuju negeri Jiran. Pertama gw harus naik MRT ke Kranji dan melanjutkan naik bus tujuan Johor Baru. Ribet ya? Kenapa ga naik pesawat? Gini, sebagai seorang backpacker gw menganut paham 'jalan yang penting sampe, tidur yang penting merem dan makan yang penting kenyang'. Jadi inilah cara termurah untuk sampai ke Malaysia. Lagipula a little adventure not killing you right?

Kamis, 18 Desember 2014

Ketika hatimu patah, bawalah kakimu untuk melangkah..

Wuuuzzz...ciiittt..

Dari kejauhan suara pesawat datang maupun tinggal landas terdengar silih berganti. Suara speaker yang berisi pemberitahuan kedatangan maupun keberangkatan kadang menggema mengisi ruang kosong di rongga telinga gw. Hari itu buat gw adalah hari bersejarah yang bakal gw inget selamanya. Bukan, hari ini bukan hari pernikahan gw, gw masih tetep jombo hari ini. Hari ini adalah pertama kalinya gw bakal menginjak tanah selain tanah negeri kelahiran gw. Dan akan menginjak tanah dari 3 negara berbeda yaitu Singapur, Malaysia dan Thailand. Memikirkanya aja udah berhasil membuat kupu kupu di perut gw beterbangan. Mungkin buat orang lain gw norak, tapi selalu ada saat pertama kali buat segalanya kan?

Yap, gw ada di bandara. Tepatnya di Soekarno-Hatta. Lebih deail lagi ada di terminal 3. Klo mau lebih jelas lagi gw ada di depan loket check in menunggu giliran untuk check in. Dalam 2 jam lagi gw akan menuju negeri tetangga. Sambi nunggu giliran gw rajin ngecek hape, sesuatu yang dilakukan sebagian besar manusia ketika menunggu. Berharap ada SMS, telpon atau sekedar whatsapp darinya, tapi sebanyak apapun gw ngeliat hape, sebanyak itulah gw harus kecewa, karena ucapan titi dije (ati atai di jalan) atau jlo (jangan lupa oleh oleh) yang gw terima bukanlah dari wanita yang gw tunggu.

Kata orang bijak, Ketika hatimu patah, bawalah kakimu untuk melangkah. Dengan berharap jarak mampu melupakan semua kenangan. Mungkin jarak tak mampu membuat kita melupakan, tapi mengingat lebih sedikit.

'Ada bagasi mas?', tanya mbak mbak penjaga konter yang berkulit hitam kayak kecap sambil tersenyum manis. Tinggal tambahin irisan bawang ma cabe, jadi deh sambel kecap.

'Ga ada mbak', gw menjawab sambil tersenyum manis pula, senggaknya senyum yang gw anggep manis. Padahal gw bawa tas keril seberat 9kg. Isinya? Makanan buat ngemil, baju, celana, handuk, alat mandi dan kenangan.

Yup, kenangan ini memaksa ikut sampe ratusan kilo.  Tapi jangan anggep bakal gw bawa pulang. Bakal gw buang semuanya di Thailand nanti. (Kenangannya, bukan tasnya)

'Oiya mbak boleh minta label fragile ga?', pinta gw ke mbaknya.

'Loh kan tasnya ga dimasukin bagasi mas, buat apa label fragilenya?'

 'Buat hati saya mbak, mudah pecah'

'.........'

Senin, 24 November 2014

..and its starting with packing..

Hidup buat gw adalah kejutan. Bahkan di tengah rutinitas sehari hari yang buat sebagian orang membosankan pun gw selalu percaya Tuhan menyiapkan kejutan kejutan khasNya dan memberikan dengan caraNya pula. Dan dari kejutan kecil dariNya lah cerita ini dimulai.

Gw selalu bilang di awal postingan gw bahwa Tuhan cinta backpacker dan kita selalu percaya bahwa Dia akan selalu menjaga para penjelajah bumiNya dengan berbagai keajaiban yang ga bakal lo dapetin klo lo cuma ngabisin waktu lo di dapur maupun tempat tidur.

Pagi itu, Reno, salah satu travelmate terbaik yg gw punya mengabarkan klo dia dah beli tiket promo ke Singapur. Tanpa nanya gw mau ikut apa nggak atau gw udah punya paspor atau belum. Dan dia langsung mengultimatum gw untuk membuat paspor. Katanya kini saatnya gw mengenal tanah lain selain tanah bernama Indonesia. Wadefaakk!! Mana bahasa Inggris gw senin kamis pula.

Okelah, siapa takut, kira kira begitu kata setan dalam hati gw. Setan yang satu ini memang selalu berhasil mengompori gw untuk berpetualang keluar dari zona nyaman dan kenikmatan yang gw miliki dan being stranger in stranger land. Gw bahkan ga nanya sama siapa aja kita jalan. Gw ga peduli, saat itu si setan berhasil meracuni otak sehingga memerintahkan untuk berpetualang. Petualangan selalu bikin gw ketemu sama orang baru. Jadi, gw ga terlalu peduli dengan siapa aja jalannya. pada ujungnya toh manusia pasti harus mengenal manusia lain, gimanapun caranya dan apapun tujuannya.

Gw pernah baca teori bahwa spontanitas selalu menghadirkan hal hal tak terduga, salah satunya adalah syndrom 'what if...'. Yaitu saat saat dimana ketika semua sudah diprepare, tujuan sudah ditetepkan, tiket udah dibeli dan pasport udah dibikin barulah muncul pertanyaan, 'ini gimana cara dapet cuti selama seminggu?'. Memang sih di kantor gw cuti ga susah dan ga berbatas 12x setaun. Tapi untuk minta cuti -minta ijin lebih tepatnya- selama seminggu itu perlu strategi yang matang di hadapan bos. 

Gw teringat ucapan Seno Gumira Ajidarma, 'alangah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat, tugas ruin yang bikin ga semangat dan kehidupan seperti mesin yang hanya berakhir dengan pensiun yang ga seberapa'. Karena itu gimanapun caranya gw harus bisa pergi. Dengan atau tanpa ijin.

'Klo ga dapet ijin gimana ya?', gw nanya ke Reno

'Ya iklasin aja, toh cuma 150ribu ini'. jawabnya enteng.

Jawaban kayak gini nioh yang biin kesel. Gimana ga kesel, dulu orang orang ngeributin jalan jalan ke luar negri mahal, sekarang giliran udah dapet tiket murah, kenapa kita juga gabisa kemana mana.

Pffftt.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...